masukkan script iklan disini
PRABUMULIH, PP - Semua orang tentu tahu bahwa ikan yang kerap kita konsumsi selain ada yang diasinkan, dikeringkan, dibekukan, dan dikalengkan, ikan juga dapat diolah dan diawetkan secara alami menggunakan teknik pengasapan.
Namun demikian, tentunya tidak semua diantara kita yang memahami bagaimana proses pengolahan ikan-ikan tersebut dilakukan hingga pada akhirnya tersaji di meja makan dan siap untuk disantap.
"Proses pengasapan ikan sendiri sudah sejak lama terjadi. Tehnik ini dilakukan bertujuan untuk mengawetkan ikan agar bisa bertahan lebih lama. Yang utamanya, proses pengasapan ikan tidak hanya membunuh bakteri dan menghasilkan olahan ikan yang beraroma harum, pengasapan ikan juga memberikan warna alami dan cita rasa yang khas pada ikan sehingga lebih mengundang selera makan" ujar Yanto Kopi, pelaku pengolahan ikan salai di Prabujaya Prabumulih Timur Kota Prabumulih saat disambangi posmetroprabu siang tadi Kamis, (23/02/2017).
Yanto Kopi, demikian pria paruh baya ini biasa dipanggil. Nama itu dialamatkan pada dirinya tentu bukan tanpa sebab. Sebelum melakoni bisnis pengasapan ikan seperti sekarang, Yanto dulunya sempat menggeluti bisnis penggorengan Kopi dengan cara tradisional.
Ketatnya persaingan dengan gempuran kopi sachet yang murah meriah, Yanto terpaksa mundur teratur dari bisnis penggorengan kopi. Terlebih saat itu, situasi perekonomian di Kota Prabumulih sedang morat marit. Harga getah terjun bebas. Masyarakat lebih memilih membeli kopi sachet dengan harga murah berbagai pilihan varian rasa ketimbang mengkonsumsi kopi olahan secara tradisional.
Guna mempertahankan hidup, disinilah Yanto memulai usaha pengawetan ikan menggunakan tehnik pengasapan.
Ruangan serta peralatan penggorengan kopi ia rubah menjadi peralatan penyalaian ikan. Alat penggorengan kopi yang terbuat dari drum itu direnovasi sendiri menjadi tungku pengasapan.
"Prosesnya tidak banyak, hanya sedikit merubah pola saja. Jika penggorengan kopi dilakukan dengan cara diputar, pengasapan perlu pengawasan ekstra tanpa harus diputar" ujar suami Fahilah itu menjelaskan.
Saat ini, tungku pengasapan milik Yanto baru dua buah saja yang beroperasi. Setiap tungku dapat menampung hingga lima rak (wadah mirip panggangan persegi empat-red) ikan salai yang telah disusun.
Proses pengasapan sendiri kata Yanto, membutuhkan waktu yang cukup lama bahkan hingga mencapai 2 hari. Itu dilakukan agar menghasilkan ikan salai yang berkualitas. Dimana tiap ekor ikan memiliki kadar protein hingga mencapai 30 persen dengan kandungan air sebesar 80 persen.
Khusus untuk ikan patin cukup dibutuhkan kesabaran yang ekstra. Sebab lanjut Yanto, ikan jenis yang satu ini banyak mengandung lemak. Dan jika dilakukan pengasapan, lemak pada ikan akan menetes ke bara dan menimbulkan api yang cukup besar.
"Nah.. sekali waktu pernah ketiduran dan rumah ini nyaris terbakar. Ini saya jadikan pengalaman yang sangat berharga. Makanya setiap melakukan pengasapan pada ikan Patin, selalu saya sediakan air di dekat tungku untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan" imbuhnya.
Menurut Yanto, usaha pengasapan ikan ini sudah sejak 4 tahun lalu dilakoni. Pasokan ikan yang cukup banyak di Prabumulih menjadi kemudahan tersendiri bagi Yanto mendapat ikan patin. Ikan patin dipilih karena permintaan dari pelanggan cukup besar. Apalagi, cita rasa khas ikan patin gurih dan tinggi protein.
Sejauh ini lanjutnya, penjualan dan pemasaran ikan salai yang diolahnya itu masih sebatas rumah-rumah makan di Kota Prabumulih saja. Meski demikian, Yanto mengaku kewalahan dalam penyuplaian. Dimana selain peralatan yang terbatas, Yanto juga mengaku masih kekurangan dana untuk mengembangkan usahanya. Untuk itu, ia sangat berharap suntikan dana dari Pemerintah sebab ia memiliki cita-cita agar ikan salai olahannya itu kedepan mampu menjadi buah tangan para tamu yang datang ke Kota Prabumulih saat kembali ke daerah asalnya. (Jun/pp)