PRABUMULIH, PP - Kementerian Perindustrian berencana memberlakukan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk pelumas. Namun, rencana yang digaungkan sejak 2007 silam itu, kini masih belum tahu kapan diberlakukan. Regulasi SNI oli juga masih bersifat sukarela.
Padahal, SNI dibutuhkan agar industri dalam negeri bisa menikmati pasar domestik. Belum lagi, ada masalah peredaran pelumas impor masih merajalela.
Humas Asosiasi Produsen Pelumas Dalam Negeri (Aspelindo) Arya Dwi Paramita menuturkan, industri berharap agar pemerintah bisa segera menerapkan dan memberlakukan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk pelumas.
Industri yakin, dengan SNI akan mampu memberi perlindungan terharap terhadap produsen dalam negeri sekaligus konsumen. Sekaligus juga untuk melindungi dari gempuran oli impor yang tidak jelas mutu dan kualitasnya.
"Perlu adanya suatu standar untuk melindungi konsumen dan produsen pelumas dalam negeri
. SNI wajib akan menjamin mutu pelumas yang beredar sehingga konsumen akan diuntungkan. Efeknya, memajukan industri pelumas dalam negeri
sekaligus meningkatkan daya saing industri dalam menghadapi MEA," tegas Arya, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Lubricant .
Soal SNI kapan diterapkan, menurut Arya, sepenuhnya kewenangan pemerintah. Yang pasti, SNI menjadi bukti adanya perlindungan industri dan konsumen. "Kalau soal kapan diterapkan itu porsi pemerintah yang menjawab,"kata Arya.
Pertamina Lubricant sendiri merupakan anggota Asosiasi Pelumas Indonesia (Aspelindo). Seperti diketahui, saat ini, terutama di berbagai daerah, banyak beredar pelumas dengan merk tidak jelas dan kualitas alakadar. Nah, jika SNI diberlakukan, diyakini akan bisa mengontrol dan menjaga kualitas pelumas yang beredar.
"Menentukan buruk atau baiknya kualitas kan harus ada standarnya, itu pentingnya SNI.
Kami sebagai produsen lebih mengutamakan kepercayaan dan perlindungan konsumen dan tentunya fair competition," tegasnya.
Menurut Arya, produk impor sah saja masuk asal harus comply dengan standar yang ditetapkan Indonesia. Barang yang diproduksi di dalam negeri, kata Arya, tentunya juga harus comply dengan standar yang diterapkan tersebut. "Jadi equal," tandasnya.
Merujuk data BPS dan Kementerian Perindustrian, industri pelumas dalam negeri mampu memproduksi pelumas jadi sebesar 1,8 Juta Kiloliter per tahun. Namun kemampuan pasar dalam negeri untuk menyerap produksi pelumas dalam negeri hanya 47 % dari total produksi pelumas jadi yang dihasilkan di dalam negeri.
Kondisi ini membuat 950 ribu kiloliter atau setara dengan 53% produk pelumas jadi tidak terserap oleh pasar pelumas jadi dalam negeri. Diperburuk dengan masuknya impor produk pelumas sehingga memperberat produsen produk pelumas jadi dalam negeri.
Tak heran, selama 5 tahun terakhir neraca perdagangan produk pelumas jadi terus mengalami defisit neraca perdagangan.Untuk jenis pelumas non sintetik mengalami defisit USD 256,3 juta/tahun dan untuk jenis pelumas sintetik terjadi defisit USD 86,13 juta/tahun.
Impor pelumas non sintetik tahun 2016 didominasi oleh Singapura, dengan nilai impor USD 184,64 Juta atau penguasaan 42,1% dari total impor pelumas non sintetik.
Impor pelumas sintetik tahun 2016 didominasi oleh Amerika Serikat, dengan nilai impor USD 23,17 Juta atau penguasaan 41,8% dari total impor pelumas sintetik.