masukkan script iklan disini
PRABUMULIH, PP - Sudah sebulan terakhir ini warga Prabumulih resah dan gelisah menyusul terjadinya byar pet yang dilakukan pihak PLN. Selain masyarakat bawah, Kalangan pengusaha di Kota ini juga mulai khawatir terjadi penurunan produksi industrinya akibat pemadaman yang tidak menentu.
Hak-hak konsumen tidak lagi di indahkan meski secara Hukum hak dan kewajiba konsumen listrik telah diatur dalam UU No.20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan. Dalam UU ini juga disebutkan bahwa Konsumen pengguna listrik sebenarnya bisa mengajukan protes dan meminta ganti rugi jika terjadi pemadaman listrik. Karena sesuai UU No.20/2002 tentang Ketenagalistrikan Pasal 34 (1) b, konsumen tenaga listrik mempunyai hak untuk mendapatkan tenaga listrik secara terus menerus dengan mutu dan keandalan yang baik.
Selanjutnya dalam Pasal 34 (1) e disebutkan bahwa konsumen tenaga listrik mempunyai hak untuk mendapat ganti rugi apabila terjadi pemadaman yang diakibatkan kesalahan dan/atau kelalaian pengoperasian oleh pemegang izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sesuai syarat-syarat yang diatur dalam perjanjian jual beli tenaga listrik.
Sayangnya, aturan pelaksana UU Kelistrikan belum ada. Kalaupun ada ganti rugi mengacu pada Kepmen No.1836 K/36/Nem/2002 tentang Pelaksanan Kenaikan Tarif Dasar Listrik. Dalam Pasal 6 dinyatakan apabila standar mutu pelayanan rendah, maka PLN wajib mengurangi tagihan konsumen 10% dari biaya beban dan diperhitungkan pada bulan berikutnya.
Pengamat Kelistrikan yang juga Koordinator WG PSR Fabby Tumiwa mengungkapkan, seharusnya ada petunjuk pelaksana ganti rugi bagi konsumen listrik yang dirugikan.
"Konsumen bisa minta ganti rugi yang layak. Selain itu, konsumen bisa minta informasi dan pertangungjawaban PLN sebagai penyedia listrik," ujarnya.
Dikatakan, selama ini posisi konsumen listrik memang lemah. Ketika konsumen telat membayar iuran listrik, jaringan diputus. Namun sebaliknya jika PLN melakukan pemadaman, konsumen tidak bisa mengajukan kompensasi. Sebagian besar masyarakat malah tidak tahu harus melapor ke mana ketika listrik di kantor atau rumahnya padam.
Ditempat terpisah, Erlinda SE Pengamat Ekonomi Sumatera Selatan juga mengungkapkan hal yang sama.
Menurutnya, Pemadaman listrik di Kota Prabumulih menjadi salah satu penghambat investasi yang signifikan. Apalagi Kota ini baru akan berkembang. Seringnya pemadaman listrik yang tidak menentu mengakibatkan Kota Prabumulih menjadi kurang menarik bagi investor.
"Seringnya pemadaman listrik di Kota Prabumulih menjadi permasalahan yang sangat krusial di semua lini ekonomi. Ini sudah seperti minum obat. Sangat beda jauh dengan Negara tetangga Singapura. Di Singapura mati lampu sekali saja warganya heran. Di Prabumulih malah kebalikannya. Kalau listrik hidup seharian, warga di Prabumulih malah jadi heran" pungkasnya.
Hak-hak konsumen tidak lagi di indahkan meski secara Hukum hak dan kewajiba konsumen listrik telah diatur dalam UU No.20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan. Dalam UU ini juga disebutkan bahwa Konsumen pengguna listrik sebenarnya bisa mengajukan protes dan meminta ganti rugi jika terjadi pemadaman listrik. Karena sesuai UU No.20/2002 tentang Ketenagalistrikan Pasal 34 (1) b, konsumen tenaga listrik mempunyai hak untuk mendapatkan tenaga listrik secara terus menerus dengan mutu dan keandalan yang baik.
Selanjutnya dalam Pasal 34 (1) e disebutkan bahwa konsumen tenaga listrik mempunyai hak untuk mendapat ganti rugi apabila terjadi pemadaman yang diakibatkan kesalahan dan/atau kelalaian pengoperasian oleh pemegang izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sesuai syarat-syarat yang diatur dalam perjanjian jual beli tenaga listrik.
Sayangnya, aturan pelaksana UU Kelistrikan belum ada. Kalaupun ada ganti rugi mengacu pada Kepmen No.1836 K/36/Nem/2002 tentang Pelaksanan Kenaikan Tarif Dasar Listrik. Dalam Pasal 6 dinyatakan apabila standar mutu pelayanan rendah, maka PLN wajib mengurangi tagihan konsumen 10% dari biaya beban dan diperhitungkan pada bulan berikutnya.
Pengamat Kelistrikan yang juga Koordinator WG PSR Fabby Tumiwa mengungkapkan, seharusnya ada petunjuk pelaksana ganti rugi bagi konsumen listrik yang dirugikan.
"Konsumen bisa minta ganti rugi yang layak. Selain itu, konsumen bisa minta informasi dan pertangungjawaban PLN sebagai penyedia listrik," ujarnya.
Dikatakan, selama ini posisi konsumen listrik memang lemah. Ketika konsumen telat membayar iuran listrik, jaringan diputus. Namun sebaliknya jika PLN melakukan pemadaman, konsumen tidak bisa mengajukan kompensasi. Sebagian besar masyarakat malah tidak tahu harus melapor ke mana ketika listrik di kantor atau rumahnya padam.
Ditempat terpisah, Erlinda SE Pengamat Ekonomi Sumatera Selatan juga mengungkapkan hal yang sama.
Menurutnya, Pemadaman listrik di Kota Prabumulih menjadi salah satu penghambat investasi yang signifikan. Apalagi Kota ini baru akan berkembang. Seringnya pemadaman listrik yang tidak menentu mengakibatkan Kota Prabumulih menjadi kurang menarik bagi investor.
"Seringnya pemadaman listrik di Kota Prabumulih menjadi permasalahan yang sangat krusial di semua lini ekonomi. Ini sudah seperti minum obat. Sangat beda jauh dengan Negara tetangga Singapura. Di Singapura mati lampu sekali saja warganya heran. Di Prabumulih malah kebalikannya. Kalau listrik hidup seharian, warga di Prabumulih malah jadi heran" pungkasnya.