masukkan script iklan disini
Catatan Redaksi
Oleh : Jun Manurung
Pemimpin Redaksi Posmetro Prabu
Oleh : Jun Manurung
Pemimpin Redaksi Posmetro Prabu
Tak terasa hiruk pikuk Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kota Prabumulih 2018 dan berbagai permasalahan didalamnya telah usai digelar dengan baik sesuai harapan Konsituen. Artinya, Pemilukada Prabumulih 2018 berlangsung tertib, aman dan kondusif tanpa adanya gangguan yang berarti. Usai Pemilukada, Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 Segera kembali dihadapkan ke tengah masyarakat.
Partai politik secara resmi telah mendaftarkan Calon Legislatif (Caleg) nya ke Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk bertarung merebut kuota kursi di Parlemen. Bahkan para caleg belakangan ini sudah mulai bersiap-siap. Sebagian sudah ada yang tebar pesona, sebagian lagi masih malu-malu kucing dengan alasan jadwal pemilu masih jauh.
Terkhusus di Kota Prabumulih, semua mereka (Caleg-red) sesungguhnya sudah mulai berkampanye, meski hanya sebatas di sosial media walaupun hakikatnya kampanye yang disampaikan ke konsituen masih sulit dicerna. Karna, tak sedikit dari para Caleg tersebut banyak menggunakan kata-kata atau istilah yang susah dimengerti secara umum. Tidak rasional dan terkesan memaksakan.
Dengan demikian lantas timbul pertanyaan yang kira-kira bunyinya seperti ini. Ketika pengamat tidak mengerti apa yang disampaikan oleh Caleg dalam kampanye media sosial, bagaimana pula dengan konsituen?. Kemudian, banyak diantara Caleg pendatang baru yang belum percaya diri atas pencalonannya dengan sesekali menghimbau konsituen lewat akun sosial media untuk tidak menerima uang dari Caleg pada Pemilu 2019 mendatang.
Money Politic (Politik Uang) tentu bukan barang baru lagi di Kota Prabumulih. Bahkan tak sedikit korban yang nyaris Stroke usai Pemilu dan penghitungan suara digelar. Istimewanya Prabumulih, kasus money politik diajang pesta lima tahunan jarang menguap ke permukaan. Nah kok bisa? Jawabannya karna masyarakat Prabumulih maupun Calegnya berjiwa sportif. Tak sedikit Caleg yang mengangap pencalonan anggota legislatif ibarat bermain judi. Maka menjadi menang atau kalah itu soal biasa.
Mengandalkan popularitas untuk menjadi legislatif tentu tidak cukup tanpa dibarengi Elektabilitas dan finansial yang kuat. Istilah popularitas dan elektabilitas di Zaman NOW saat ini seringkali disamaartikan. Padahal keduanya mempunyai makna dan konotasi yang berbeda. Makna popularitas semua orang mungkin bisa dengan mudah memahami. Lantas bagaimana dengan elektabilitas?
Elektabilitas yang sejatinya memiliki arti kesediaan orang memilihnya untuk menjadi anggota dewan malah diartikan setebal apa uang kertas yang dimiliki. Artinya Kemampuan ekonomi atau finansial si Caleg memiliki peluang besar untuk menaikkan elektabilitas. Maka jangan heran orang yang punya duit banyak, dianggap mempunyai elektabilitas yang tinggi.
Di Kota Prabumulih, Popularitas dan elektabilitas tidak selalu seiring sejalan. Adakalanya berbalikan. Satu di siring Satunya lagi di Jalan. Karna Memang kedua konstatasi ini ada benarnya. Tapi tidak selalu demikian. Karna banyak Caleg yang popularitasnya tinggi punya ide kreatif dan gagasan yang briliant tidak terpilih karena keterbatasan finansial. Sebaliknya, tidak sedikit caleg yang tidak banyak dikenal justru terpilih karena kesiapan finansial.
Catatan ini menjadi perlu dikemukakan dengan maksud untuk memperjelas bagi mereka yang ingin maju sebagai calon legislatif maupun masyarakat selaku konsituen pemegang kedaulatan lebih sadar Politik demi terwujudnya legislatif yang elektabel dan berkualitas yang cinta dan peduli dengan derita rakyat.
Selain itu, perlu digarisbawahi bahwa tidak melulu Politik uang berhasil meningkatkan elektabilitas untuk meraih kursi legislatif. Pintar-pintarlah mencari simpati rakyat tanpa politik uang demi kelangsungan demokrasi yang cerdas dan berkualitas.