masukkan script iklan disini
POSMETRO, GELUMBANG - Lumpuh sejak berusia 2 Tahun, Tri Sundari (19) sama sekali belum pernah mengenyam dunia pendidikan. Niat bersekolah sejak kecil ia sangat idamkan. Bermain dan belajar sebagaimana anak-anak seusia dirinya, berkumpul bercengkrama berbagi cerita rasanya hasa sebatas impian yang tak pernah akan terwujud.
Saat ini gadis Sundari buah hati Sihwigatih (48) hanya bisa terbaring lemah tak berdaya meratapi nasibnya yang kurang beruntung seperti anak-anak seusianya. Selama 19 Tahun hari-harinya ia lewati dengan terbaring. Rasanya ingin meronta, ingin berlari dan berteriak dan sesekali ingin rasanya berlari berkeliling melihat isi dunia. 19 Tahun pula ia hanya bisa memandangi langi-langit rumah dan tak pernah melihat keramaian.
"Rasanya ingin melihat apa itu pasar, sekolah, taman, gedung dan lain-lain. Sekali waktu pernah dibawa oleh Ibu ke Rumah Sakit, itupun saya harus terbaring dari rumah sampai ke rumah sakit hingga balik lagi ke rumah. Tak pernah melihat sekeliling" ujar Tri Sundari meneteskan Air Mata.
Sundari tinggal dengan Ibu kandungnya di sebuah gubuk yang memprihatinkan tanpa adanya penerangan di Desa Pinang Banjar Kecamatan Gelumbang Kabupaten Muara Enim. Sementara ayahnya sudah lebih dulu menghadap sang Illahi. Faktor ekonomi salah satu penyebab Sundari tidak pernah mendapatkan pengobatan. Orang tuanya hanya bisa mengandalkan gaji upahan menyadap karet untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Sekali lagi Sundari hanya bisa pasrah dan berharap ada seorang dermawan yang mampu menolongnya untuk kembali normal atau setidaknya untuk sekedar bertahan hidup.
Orang tua Sundari menyebut awal mula kelumpuhan sundari bermula dari sakit panas tinggi yang mengakibatkan step. Saat kejadian itu kata ibunya, Sundari baru berumur 3 Tahun. Dan entah mengapa beberapa minggu setelah itu, Sundari sulit untuk menggerakkan kakinya meski sudah dibawa ke dokter. usaha berobat ketika itu terus dilakukan namun hasilnya tidak memuaskan.
"Berbagai upaya sudah kami lakukan untuk mengobati Sundari. Bahkan harta yang kami miliki kami relakan untuk di jual demi pengobatannya. Derita saya semakin betambah manakala Ayah Sundari pergi untuk selamanya. Saya ditinggal sendiri menemani dan mengurus Sundari buah hati kami" ujar Sihwigatih.
Ditemui di rumahnya di Desa Pinang Banjar Kecamatan Gelumbang, Sundari terlihat dipapah ibunya agar bisa duduk tegak. Saat itu Sundari mendapatkan kunjungan dari muda mudi Tambangan Kelekar Gelumbang. Para pemuda ini prihatin dengan penyakit yang dialami oleh Sundari, dan mereka bermaksud membesuknya di rumahnya seraya menyisihkan sedikit bantuan guna meringankan beban Ibu dan anak itu.
Pantauan posmetro, terlihat kedua kaki sundari tumbuh mengecil yang menyebabkannya ia tidak bisa berjalan. jangankan untuk beraktivitas untuk merangkak saja ia kepayahan. Serupa dengan kaki, kedua tangan Sundari juga demikian. Ia terlihat kurus tak berdaya “Dari kecil tidak bisa berjalan,” kata ibunya.
Ditengah himpitan ekonomi seperti saat ini menyebabkan kesehatan Sundari semakin memburuk. Mengandalkan upahan menyadap karet milik orang hanya mampu menutupi kebutuhan sehari-hari. Belum lagi harga karet yang merosot sangat berpengaruh terhadap pendapatan Sihwigatih selaku orang tua tunggal. Jadi sangat sulit untuk menyisihakn uang untuk biaya perobatan sundari.
Ditengah wawancara dengan Posmetro, Sihwigatih berharap uluran tangan para dermawan untuk membantu pembiayaan perobatan anaknya Sundari. Bahkan kepada Pemerintah Muara Enim Sihwi berharap penuh untuk dapat memberikan bantuan guna meringankan beban hidupnya.
Saat ini gadis Sundari buah hati Sihwigatih (48) hanya bisa terbaring lemah tak berdaya meratapi nasibnya yang kurang beruntung seperti anak-anak seusianya. Selama 19 Tahun hari-harinya ia lewati dengan terbaring. Rasanya ingin meronta, ingin berlari dan berteriak dan sesekali ingin rasanya berlari berkeliling melihat isi dunia. 19 Tahun pula ia hanya bisa memandangi langi-langit rumah dan tak pernah melihat keramaian.
"Rasanya ingin melihat apa itu pasar, sekolah, taman, gedung dan lain-lain. Sekali waktu pernah dibawa oleh Ibu ke Rumah Sakit, itupun saya harus terbaring dari rumah sampai ke rumah sakit hingga balik lagi ke rumah. Tak pernah melihat sekeliling" ujar Tri Sundari meneteskan Air Mata.
Sundari tinggal dengan Ibu kandungnya di sebuah gubuk yang memprihatinkan tanpa adanya penerangan di Desa Pinang Banjar Kecamatan Gelumbang Kabupaten Muara Enim. Sementara ayahnya sudah lebih dulu menghadap sang Illahi. Faktor ekonomi salah satu penyebab Sundari tidak pernah mendapatkan pengobatan. Orang tuanya hanya bisa mengandalkan gaji upahan menyadap karet untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Sekali lagi Sundari hanya bisa pasrah dan berharap ada seorang dermawan yang mampu menolongnya untuk kembali normal atau setidaknya untuk sekedar bertahan hidup.
Orang tua Sundari menyebut awal mula kelumpuhan sundari bermula dari sakit panas tinggi yang mengakibatkan step. Saat kejadian itu kata ibunya, Sundari baru berumur 3 Tahun. Dan entah mengapa beberapa minggu setelah itu, Sundari sulit untuk menggerakkan kakinya meski sudah dibawa ke dokter. usaha berobat ketika itu terus dilakukan namun hasilnya tidak memuaskan.
"Berbagai upaya sudah kami lakukan untuk mengobati Sundari. Bahkan harta yang kami miliki kami relakan untuk di jual demi pengobatannya. Derita saya semakin betambah manakala Ayah Sundari pergi untuk selamanya. Saya ditinggal sendiri menemani dan mengurus Sundari buah hati kami" ujar Sihwigatih.
Ditemui di rumahnya di Desa Pinang Banjar Kecamatan Gelumbang, Sundari terlihat dipapah ibunya agar bisa duduk tegak. Saat itu Sundari mendapatkan kunjungan dari muda mudi Tambangan Kelekar Gelumbang. Para pemuda ini prihatin dengan penyakit yang dialami oleh Sundari, dan mereka bermaksud membesuknya di rumahnya seraya menyisihkan sedikit bantuan guna meringankan beban Ibu dan anak itu.
Pantauan posmetro, terlihat kedua kaki sundari tumbuh mengecil yang menyebabkannya ia tidak bisa berjalan. jangankan untuk beraktivitas untuk merangkak saja ia kepayahan. Serupa dengan kaki, kedua tangan Sundari juga demikian. Ia terlihat kurus tak berdaya “Dari kecil tidak bisa berjalan,” kata ibunya.
Ditengah himpitan ekonomi seperti saat ini menyebabkan kesehatan Sundari semakin memburuk. Mengandalkan upahan menyadap karet milik orang hanya mampu menutupi kebutuhan sehari-hari. Belum lagi harga karet yang merosot sangat berpengaruh terhadap pendapatan Sihwigatih selaku orang tua tunggal. Jadi sangat sulit untuk menyisihakn uang untuk biaya perobatan sundari.
Ditengah wawancara dengan Posmetro, Sihwigatih berharap uluran tangan para dermawan untuk membantu pembiayaan perobatan anaknya Sundari. Bahkan kepada Pemerintah Muara Enim Sihwi berharap penuh untuk dapat memberikan bantuan guna meringankan beban hidupnya.