• Jelajahi

    Copyright © POSMETRO.ID
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Kriminal

    Kisah Keluarga Basri Saleng Mendapatkan Hak Dasar di Kabupaten Luwu

    05 Agustus 2024, Agustus 05, 2024 WIB Last Updated 2024-08-05T15:53:19Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini


    POSMETRO.ID | LUWU – Di balik hiruk-pikuk kehidupan sehari-hari di Kabupaten Luwu, tersembunyi kisah tentang perjuangan mendapatkan hak dasar sebagai warga negara. Keluarga almarhum Basri Saleng, khususnya sang ahli waris, M. Dandi Basri Saleng, kini menghadapi realita pahit dari pelayanan publik yang lamban dan kurang profesional dari pihak pemerintah setempat.


    Pelayanan publik yang responsif, akuntabel, dan transparan seharusnya menjadi hak setiap warga. Namun, di Desa Baramamase dan Kecamatan Walenrang, konsep ini tampaknya masih jauh dari kenyataan. Di sinilah cerita keluarga Basri Saleng dimulai, ketika mereka berusaha menyelesaikan administrasi pemecahan Pajak Bumi Bangunan (PBB) atas tanah milik almarhum.


    M. Dandi Basri Saleng, anak kandung dari Basri Saleng, kini mengambil alih tanggung jawab ini. Namun, bukannya mendapat dukungan yang diperlukan, ia justru dihadapkan pada lambannya respon dari Kepala Desa Baramamase dan Camat Walenrang. Pada tanggal 31 Juli 2024, saat dihubungi melalui WhatsApp, Kepala Desa Baramamase menyatakan perlu mengonfirmasikan terlebih dahulu kepada Camat Walenrang. Janji untuk menindaklanjuti persoalan ini dengan segera ternyata hanya tinggal janji.


    Mencari keadilan, Dandi kemudian mengunjungi kantor Camat Walenrang pada tanggal 5 Agustus 2024. Namun, jawaban yang diterima dari Sekretaris Camat, Ikram, justru menambah panjang daftar kekecewaan. “Pak Camat sedang ada kegiatan pelatihan di Makassar. Kemungkinan Rabu depan Pak Camat sudah berada di kantor. Tapi, persoalan pemecahan PBB ini baru akan dibahas setelah perayaan HUT RI 17 Agustus 2024,” ujar Ikram, seolah menunda-nunda solusi yang seharusnya bisa segera diselesaikan.


    Bagi keluarga Basri Saleng, penundaan ini bukan hanya soal administrasi yang tertunda, tetapi menyiratkan sebuah keengganan dari aparat desa dan kecamatan untuk memberikan pelayanan yang seharusnya. “Seharusnya, seorang Kepala Desa sebagai pelayan masyarakat memberikan pelayanan administrasi yang baik dan responsif bagi masyarakat yang membutuhkan, bukannya malah menunda-nunda pengurusan administrasi tersebut,” ungkap Wandi, salah satu keluarga ahli waris, dengan nada kecewa.


    Kisah ini menunjukkan betapa masih adanya kesenjangan antara harapan masyarakat terhadap pelayanan publik dan realitas yang mereka hadapi. Kelengkapan administrasi yang telah dijaga dengan baik sejak tahun 1996 hingga 2024 tampaknya tidak cukup untuk menghindarkan keluarga Basri Saleng dari hambatan birokrasi. SKT (Surat Keterangan Tanah) yang hilang dan surat IMB tahun 2010 yang dimiliki almarhum Basri Saleng menjadi bukti betapa panjangnya jalan yang harus mereka tempuh untuk mendapatkan kejelasan atas hak kepemilikan tanah.


    Dalam konteks ini, pemerintah seharusnya berperan sebagai pelayan publik yang responsif, kooperatif, akuntabel, dan transparan, sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Namun, realita yang dihadapi keluarga Basri Saleng menunjukkan sebaliknya.


    Tidak berhenti di situ, keluarga Basri Saleng kini berencana menyurati instansi berwenang, yakni Inspektorat Kabupaten Luwu dan Ombudsman RI, dengan harapan mendapatkan kejelasan hukum atas status kepemilikan tanah mereka. Perjuangan mereka menjadi simbol dari kebutuhan akan reformasi dalam pelayanan publik di daerah tersebut.


    Cerita ini bukan hanya milik keluarga Basri Saleng, tetapi juga menjadi cermin bagi banyak warga yang mengalami hal serupa. Harapan mereka sederhana: pelayanan yang cepat, tepat, dan adil. Namun, dalam kenyataannya, perjuangan untuk mendapatkan hak dasar sebagai warga negara masih menjadi perjalanan panjang yang penuh tantangan.


    (Ben/Fadly)

    Komentar

    Tampilkan

    BREAKING NEWS