POSMETRO.ID PRABUMULIH - Di tengah sorotan dinamika Politik panas Pilkada Prabumulih 2024, ada kenyataan tersembunyi yang sering kali luput dari perhatian publik. Di balik layar kesibukan jurnalis yang menyajikan informasi dan sorotan terhadap 3 Calon Walikota, ada proses dan tantangan berat yang mereka alami.
Sepanjang perjalanan ke PALI tadi teringat pesan moral Aji Adit, (Supriadi). Beliau merupakan sohib yang terjun ke Dunia Jurnalis merangkak dari Nol hingga pernah pula terlibat dalam Dunia Politik pada 2004 tergabung dalam struktur inti sebuah Partai Politik. Siang di tengah perjalanan ke Pali tadi dia menyebut “Politik itu membutuhkan orang banyak, tapi menguntungkan sedikit orang". Hal ini tidak lain menggambarkan realita yang terkadang ironis dari dinamika politik lokal yang terus terulang.
Ketika para calon Walikota berlomba menarik suara, saya dan teman-teman wartawan lain tentunya menjadi saksi kunci yang mengamati dari dekat. Mencatat, mewawancarai, menyusun berita, dan kadang menghadapi dilema antara menyajikan berita yang sesuai fakta atau tergoda oleh tekanan dari pihak-pihak berkepentingan. Di tengah situasi yang sarat kepentingan, menjaga objektivitas adalah kunci. Namun, tekanan ini tidak mudah dihadapi. Seorang wartawan yang profesional dituntut untuk tetap netral dan tak mudah dipengaruhi, walaupun godaan untuk berpihak sering datang, baik dalam bentuk materi maupun intimidasi.
Bagi wartawan yang teguh pada prinsip, tugas ini lebih dari sekadar profesi. Menurut Aji Adit, “Pilkada itu seperti panggung yang ramai, tapi hanya sedikit yang benar-benar menikmati hasilnya. Sementara kita, para wartawan, berdiri di tengah hiruk-pikuk itu untuk membawa kebenaran pada publik.”. Demikian sahabat saya menggambarkan bahwa di tengah perebutan kekuasaan, masyarakatlah yang menjadi pemilih, namun hanya segelintir orang yang kelak menikmati manfaatnya.
Dalam Pilkada, suara rakyat menjadi penentu kemenangan, dan tugas wartawan adalah membantu publik memahami sosok calon, program, dan kebijakan yang mereka tawarkan. Ini bukan tugas yang ringan. Pada masa kampanye, banyak media yang berlomba untuk menghasilkan berita yang menarik, bahkan tak jarang ada yang tergoda melangkahi etika demi menarik perhatian lebih. Di sinilah pentingnya integritas. Wartawan dituntut untuk tidak ikut larut dalam pusaran politik praktis, tetapi menjaga posisi mereka sebagai pengawal demokrasi, menghadirkan informasi yang sebenar-benarnya.
Satu kenyataan lain yang harus dihadapi wartawan adalah godaan finansial yang kerap muncul. Banyak pihak menawarkan insentif demi pemberitaan yang condong menguntungkan satu pihak. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi jurnalis, terutama yang bekerja di media kecil atau independen. Namun, seperti yang dikatakan wartawan senior tadi, “Pada akhirnya, semua kembali pada integritas. Memang sulit, tapi di sinilah tanggung jawab kita sebagai pewarta dipertaruhkan” ungkapnya.
Di tengah maraknya kampanye politik, peran wartawan sebagai pengawal demokrasi tidak boleh pudar. Mereka tak sekadar melaporkan, tetapi juga melindungi hak publik untuk tahu. Bagi wartawan, pertanyaan yang selalu kembali adalah: di mana letak kebenaran, dan untuk siapa sebenarnya berita ini ditulis?. Jun Manurung