POSMETRO.ID | LUWU - Kontroversi mencuat dari kasus perkelahian antara anggota Polsek Lamasi, Ns, dan seorang warga, Gn, yang terjadi pada 23 September 2024 di Dusun Bajo, Desa Pangalli, Kecamatan Walenrang, Kabupaten Luwu. Penanganan kasus ini dinilai tidak adil dan melanggar asas persamaan di depan hukum, dengan Gn segera ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan sehari setelah insiden, sementara Ns yang merupakan anggota kepolisian tetap bebas.
Dalam penyidikan, Polsek Walenrang mengkualifikasi kejadian ini sebagai tindak penganiayaan (Pasal 351 ayat 1 KUHP) dengan Gn sebagai tersangka dan Ns sebagai korban. Merasa ada ketidakadilan, keluarga Gn melaporkan dugaan penganiayaan oleh Ns ke Propam Polres Luwu. Namun, hasil gelar perkara di Satreskrim Polres Luwu pada 28 Oktober 2024 menyimpulkan belum cukup bukti untuk menetapkan Ns sebagai tersangka.
Sejumlah saksi mata dari Dusun Bajo, Desa Pangalli, menyatakan keheranan mereka. Mereka menegaskan bahwa peristiwa itu merupakan perkelahian dua arah, di mana keduanya saling memukul dan harus dilerai dua kali oleh warga setempat. "Kenapa hanya Gn yang dijadikan tersangka, sementara Ns tidak?" tanya salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Istri Gn yang juga merasa kecewa menuturkan, “Suami saya memang ada masalah pribadi dengan Ns sejak lama. Kami juga bertetangga. Saya kecewa, tapi mungkin karena Ns anggota polisi, dia mendapat perlindungan,” ungkapnya.
Gn sendiri mengatakan perkelahian dipicu saat ia merasa diprovokasi oleh Ns ketika mereka bertemu di jalan saat mengantar anak ke sekolah. "Saat bertemu, dia mengangkat kakinya ke arah saya. Ketika saya berhenti dan turun dari motor, dia mendekati dan menantang saya. Waktu saya mau pergi, Ns malah menarik kerah baju saya dan memegang leher, jadi saya spontan memukul, lalu terjadi perkelahian," jelasnya. Gn merasa tidak adil bahwa hanya dirinya yang ditetapkan sebagai tersangka, sementara Ns yang memicu perkelahian tidak dikenai sanksi hukum.
Kuasa hukum Gn, Rudi Sinaba, SH., MH., memastikan akan mengajukan langkah hukum. “Kami akan menempuh praperadilan atas status tersangka Gn serta mencabut laporan di Propam Polres Luwu untuk melapor ulang ke Propam Polda Sulsel,” ungkapnya. Rudi juga mengkritik penanganan kasus ini, “Seharusnya kasus seperti ini bisa diselesaikan melalui Restorative Justice (RJ) sesuai Peraturan Kapolri. Jika diproses secara hukum, maka harus dilaksanakan secara proporsional dan profesional sesuai KUHAP,” tegasnya.
Kasus ini diharapkan menjadi perhatian serius bagi kepolisian agar prinsip keadilan dan asas persamaan di depan hukum ditegakkan tanpa pandang bulu.